Selamat datang di New World, Terima Kasih telah berkunjung jangan lupa tinggalkan komentar | Selamat datang di www.20jones.blogspot.com | Apabila ada artikel yang tidak layak harap komen di blog ini atau bisa Mention lewat Twitter saya | Terima Kasih telah berkunjung

Rabu, 01 Mei 2013

Monumen Kemit, Salah Satu Monumen di Kebumen


Di wilayah antara Karanganyar dan Gombong berdiri sebuah monumen perjuangan mengenang peristiwa pertempuran Kemit. Di wilayah Kemit pernah terjadi pertempuran sengit antara pasukan republik, tentara pelajar dan pasukan Belanda.

Pertempuran terjadi sebagai akibat pelanggaran Belanda terhadap hasil Perundingan Linggarjati. Perundingan Linggarjati atau kadang juga disebut Perundingan Linggajati adalah suatu perundingan antara Indonesia dan Belanda di Linggarjati, Jawa Barat yang menghasilkan persetujuan mengenai status kemerdekaan Indonesia. Hasil perundingan ini ditandatangani di Istana Merdeka Jakarta pada 15 November 1946 dan diratifikasi kedua negara pada 25 Maret 1947.
 

Pelaksanaan hasil perundingan ini tidak berjalan mulus. Pada tanggal 20 Juli 1947, Gubernur Jendral H.J. van Mook akhirnya menyatakan bahwa Belanda tidak terikat lagi dengan perjanjian ini, dan pada tanggal 21 Juli 1947, meletuslah Agresi Militer Belanda I. Hal ini merupakan akibat dari perbedaan penafsiran antara Indonesia dan Belanda.

Latar belakang Agresi Militer Belanda I adalah, Pada tanggal 15 Juli 1947, van Mook mengeluarkan ultimatum supaya RI menarik mundur pasukan sejauh 10 km. dari garis demarkasi. Tentu pimpinan RI menolak permintaan Belanda ini. Tujuan utama agresi Belanda adalah merebut daerah-daerah perkebunan yang kaya dan daerah yang memiliki sumber daya alam, terutama minyak. Namun sebagai kedok untuk dunia internasional, Belanda menamakan agresi militer ini sebagai Aksi Polisionil, dan menyatakan tindakan ini sebagai urusan dalam negeri. Letnan Gubernur Jenderal Belanda, Dr. H.J. van Mook menyampaikan pidato radio di mana dia menyatakan, bahwa Belanda tidak lagi terikat dengan Persetujuan Linggajati. Pada saat itu jumlah tentara Belanda telah mencapai lebih dari 100.000 orang, dengan persenjataan yang modern, termasuk persenjataan berat yang dihibahkan oleh tentara Inggris dan tentara Australia.

Fokus serangan tentara Belanda di tiga tempat, yaitu Sumatera Timur, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Di Sumatera Timur, sasaran mereka adalah daerah perkebunan tembakau, di Jawa Tengah mereka menguasai seluruh pantai utara, dan di Jawa Timur, sasaran utamanya adalah wilayah di mana terdapat perkebunan tebu dan pabrik-pabrik gula.

Ekspansi Belanda saat Agresi I mencapai Gombong dan menetapkan Kali Kemit sebagai Garis Demarkasi/Garis Status Quo. Agresi Belanda I ditengahi melalui Perjanjian Renville pada tanggal 17 Januari 1948 namun beberapa bulan kemudian Belanda melakukan pelanggaran hingga pada 18 Desember 1948 Belanda melakukan Agrresi Militer 2 di Yogyakarta dan wilayah sekitarnya termasuk Gombong.

Pada hari Minggu pagi – pagi benar pukul 05.30 Wib tanggal 19 Desember 1948 Komandan Kompi III Batalyon III Brigade X (Batalyon Sroehardoyo) yang berkedudukan di Nampudadi dan Kepala Staf Kompi III Serma Koedoes mendengar ledakan Granat dari arah Kemit. Suara yang sama terdengar pula oleh Kapten Soemrahadi pimpinan sementara Kompi III karena Komandan Kompi III Kapten Radjiman sedang ke Purworejo untuk menengok keluarganya yang sakit. Ledakan granat itu tidak diragukan lagi setelah adanya laporan dari Kopral Soeroyo anggota regu Combat pimpinan Serma Soekidi yang bertugas di dalam kota Gombong, bahwa ledakan tersebut merupakan isyarat bahwa Belanda melaksanakan rencananya “door stoot naar Yogyakarta“. Hal itu menjadi lebih meyakinkan dengan adanya siaran RRI Yogyakarta secara berulang – ulang.

Ledakan tersebut memakan korban tujuh Polisi Keamanan. Ketujuh Polisi Keamanan yang menjalankan tugas istimewa menjaga garis Demarkasi/Status Quo Kemit ini gugur pada tanggal 19 Desember 1948 pada pukul 05.00 Wib saat Belanda memulai aksi militernya (Agresi Militer II) dengan terlebih dahulu menghabisi mereka yang pada saat itu menghuni rumah Bapak Prawiro Sumarto, timur pasar Kemit sebagai Pos PK pihak RI. Makam tujuh Pahlawan tersebut sebelumnya terletak di lokasi yang tidak layak (comberan), kemudian atas swadaya masyarakat Kemit, dipindahkan ke pemakaman yang layak di desa Grenggeng diprakarsai oleh Bp. Taufik dan Bp. Dwidjomartono.

Peristiwa tersebut diabadikan dengan didirikannya monumen Kemit oleh pemerintahan Kabupaten Kebumen. Siapakah tokoh pembuat monumen Kemit? Mungkin tidak banyak generasi muda yang mengetahuinya. Beliau bernama Tan Giok Twan atau lebih dikenal dengan nama Teguh Twan. Beliau saat ini tinggal di Jalan Pemuda 35 Kebumen. Kisah kehidupan beliau pernah dimuat secara berseri oleh Suara Merdeka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar