Di wilayah antara Karanganyar dan Gombong berdiri
sebuah monumen perjuangan mengenang peristiwa pertempuran Kemit. Di wilayah
Kemit pernah terjadi pertempuran sengit antara pasukan republik, tentara
pelajar dan pasukan Belanda.
Pertempuran terjadi sebagai akibat pelanggaran Belanda
terhadap hasil Perundingan Linggarjati. Perundingan Linggarjati atau kadang
juga disebut Perundingan Linggajati adalah suatu perundingan antara Indonesia
dan Belanda di Linggarjati, Jawa Barat yang menghasilkan persetujuan mengenai
status kemerdekaan Indonesia. Hasil perundingan ini ditandatangani di Istana
Merdeka Jakarta pada 15 November 1946 dan diratifikasi kedua negara pada 25
Maret 1947.
Pelaksanaan hasil perundingan ini tidak berjalan
mulus. Pada tanggal 20 Juli 1947, Gubernur Jendral H.J. van Mook akhirnya
menyatakan bahwa Belanda tidak terikat lagi dengan perjanjian ini, dan pada
tanggal 21 Juli 1947, meletuslah Agresi Militer Belanda I. Hal ini merupakan
akibat dari perbedaan penafsiran antara Indonesia dan Belanda.
Latar belakang Agresi Militer Belanda I adalah, Pada
tanggal 15 Juli 1947, van Mook mengeluarkan ultimatum supaya RI menarik mundur
pasukan sejauh 10 km. dari garis demarkasi. Tentu pimpinan RI menolak
permintaan Belanda ini. Tujuan utama agresi Belanda adalah merebut
daerah-daerah perkebunan yang kaya dan daerah yang memiliki sumber daya alam,
terutama minyak. Namun sebagai kedok untuk dunia internasional, Belanda
menamakan agresi militer ini sebagai Aksi Polisionil, dan menyatakan tindakan
ini sebagai urusan dalam negeri. Letnan Gubernur Jenderal Belanda, Dr. H.J. van
Mook menyampaikan pidato radio di mana dia menyatakan, bahwa Belanda tidak lagi
terikat dengan Persetujuan Linggajati. Pada saat itu jumlah tentara Belanda
telah mencapai lebih dari 100.000 orang, dengan persenjataan yang modern,
termasuk persenjataan berat yang dihibahkan oleh tentara Inggris dan tentara
Australia.
Fokus serangan tentara Belanda di tiga tempat, yaitu
Sumatera Timur, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Di Sumatera Timur, sasaran mereka
adalah daerah perkebunan tembakau, di Jawa Tengah mereka menguasai seluruh
pantai utara, dan di Jawa Timur, sasaran utamanya adalah wilayah di mana
terdapat perkebunan tebu dan pabrik-pabrik gula.
Ekspansi Belanda saat Agresi I mencapai Gombong dan
menetapkan Kali Kemit sebagai Garis Demarkasi/Garis Status Quo. Agresi Belanda
I ditengahi melalui Perjanjian Renville pada tanggal 17 Januari 1948 namun
beberapa bulan kemudian Belanda melakukan pelanggaran hingga pada 18 Desember
1948 Belanda melakukan Agrresi Militer 2 di Yogyakarta dan wilayah sekitarnya
termasuk Gombong.
Pada hari Minggu pagi – pagi benar pukul 05.30 Wib
tanggal 19 Desember 1948 Komandan Kompi III Batalyon III Brigade X (Batalyon
Sroehardoyo) yang berkedudukan di Nampudadi dan Kepala Staf Kompi III Serma
Koedoes mendengar ledakan Granat dari arah Kemit. Suara yang sama terdengar
pula oleh Kapten Soemrahadi pimpinan sementara Kompi III karena Komandan Kompi
III Kapten Radjiman sedang ke Purworejo untuk menengok keluarganya yang sakit.
Ledakan granat itu tidak diragukan lagi setelah adanya laporan dari Kopral
Soeroyo anggota regu Combat pimpinan Serma Soekidi yang bertugas di dalam kota
Gombong, bahwa ledakan tersebut merupakan isyarat bahwa Belanda melaksanakan
rencananya “door stoot naar Yogyakarta“. Hal itu menjadi lebih meyakinkan
dengan adanya siaran RRI Yogyakarta secara berulang – ulang.
Ledakan tersebut memakan korban tujuh Polisi Keamanan.
Ketujuh Polisi Keamanan yang menjalankan tugas istimewa menjaga garis
Demarkasi/Status Quo Kemit ini gugur pada tanggal 19 Desember 1948 pada pukul
05.00 Wib saat Belanda memulai aksi militernya (Agresi Militer II) dengan
terlebih dahulu menghabisi mereka yang pada saat itu menghuni rumah Bapak Prawiro
Sumarto, timur pasar Kemit sebagai Pos PK pihak RI. Makam tujuh Pahlawan
tersebut sebelumnya terletak di lokasi yang tidak layak (comberan), kemudian
atas swadaya masyarakat Kemit, dipindahkan ke pemakaman yang layak di desa
Grenggeng diprakarsai oleh Bp. Taufik dan Bp. Dwidjomartono.
Peristiwa tersebut diabadikan dengan didirikannya
monumen Kemit oleh pemerintahan Kabupaten Kebumen. Siapakah tokoh pembuat
monumen Kemit? Mungkin tidak banyak generasi muda yang mengetahuinya. Beliau
bernama Tan Giok Twan atau lebih dikenal dengan nama Teguh Twan. Beliau saat
ini tinggal di Jalan Pemuda 35 Kebumen. Kisah kehidupan beliau pernah dimuat
secara berseri oleh Suara Merdeka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar