Kuda Lumping atau biasa yang disebut Ebleg, adalah tarian tradisional Jawa menampilkan sekelompok prajurit tengah menunggang kuda. Tarian ini menggunakan kuda yang terbuat dari bambu
yang di anyam dan dipotong menyerupai bentuk kuda. Anyaman kuda ini
dihias dengan cat dan kain beraneka warna. Tarian kuda lumping biasanya
hanya menampilkan adegan prajurit berkuda, akan tetapi beberapa
penampilan kuda lumping juga menyuguhkan atraksi kesurupan, kekebalan, dan kekuatan magis, seperti atraksi memakan beling dan kekebalan tubuh terhadap deraan pecut. Kebumen pernah mencatat rekor MURI dengan membuat kuda lumping terbesar di Indonesia. Kebumen membuatnya dalam rangka menyambut hari jadi kebumen tahun 2008.
Daerah di Kebumen yang paling terkenal dengan Ebleg/kuda lumpingnya adalah Sruweng.Konon, tari kuda lumping adalah tari kesurupan.
Ada pula versi yang menyebutkan, bahwa tari kuda lumping menggambarkan kisah perjuangan Raden Patah, yang dibantu oleh Sunan Kalijaga,
melawan penjajah Belanda.
Versi lain menyebutkan bahwa, tarian ini mengisahkan tentang latihan
perang pasukan Mataram yang dipimpin Sultan Hamengku Buwono I, Raja Mataram, untuk menghadapi pasukan Belanda.
Terlepas dari asal usul dan nilai historisnya, tari kuda lumping
merefleksikan semangat heroisme dan aspek kemiliteran sebuah pasukan
berkuda atau kavaleri. Hal ini terlihat dari gerakan-gerakan ritmis,
dinamis, dan agresif, melalui kibasan anyaman bambu, menirukan gerakan
layaknya seekor kuda di tengah peperangan.
Seringkali dalam pertunjukan tari kuda lumping, juga menampilkan
atraksi yang mempertontonkan kekuatan supranatural berbau magis, seperti
atraksi mengunyah kaca, menyayat lengan dengan golok, membakar diri,
berjalan di atas pecahan kaca, dan lain-lain. Mungkin, atraksi ini
merefleksikan kekuatan supranatural yang pada zaman dahulu berkembang di
lingkungan Kerajaan Jawa, dan merupakan aspek non militer yang
dipergunakan untuk melawan pasukan Belanda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar